Mengulik Filosofi Kenakan Toga Saat Wisuda Administrator November 22, 2022

Mengulik Filosofi Kenakan Toga Saat Wisuda

Sebagian besar orang yang pernah atau sedang berstatus sebagai mahasiswa, tentu tahu apa itu Toga. Benar sekali, pakaian serba hitam lengkap dengan topi persegi dan talinya ini merupakan busana yang paling dinantikan bagi siapa saja yang menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Pasalnya, proses untuk mengenakan toga tentunya tidaklah mudah. Mengingat mahasiswa harus berjibaku dengan berbagai macam tugas saat kuliah. 

Selain menjadi busana resmi yang harus dikenakan dalam upacara wisuda, tahukah kamu tentang sejarah dan filosofi di balik penggunaan Toga? Lalu, sejak kapan Toga melekat dengan wisuda dan mengapa tali di topinya harus disampirkan dari kiri ke kanan? Yuk kita simak bersama tentang sejarah dan filosofi kenakan toga saat wisuda.

1. Sejarah dari Toga

Kata toga berasal dari “tego”, yang dalam bahasa latin bermakna penutup. Toga merupakan pakaian kuno yang memiliki panjang -+ 20 meter saat digunakan, biarpun umumnya dikaitkan dengan bangsa Romawi, toga sesungguhnya berasal dari sejenis jubah yang dikenakan oleh pribumi Italia, yaitu Bangsa Etruria yang hidup di Italia sejak 1.200 SM. 

Di periode 1.200 SM adalah pakaian yang sering dipakai penduduk Roma untuk aktivitas di luar rumah. Kala itu, bentuk toga belum berupa jubah, namun hanya berupa lilitan kain sepanjang enam meter yang dililitkan di tubuh. Bahan pakaian tersebut terbuat dari bahan kain wol, cara memakai nya pun cukup unik, yaitu kain yang panjang tersebut dililitkan ke badan pemakai, dan dikaitkan.

Meskipun dinilai tak praktis, toga adalah satu-satunya pakaian yang dianggap pantas waktu seseorang berada di luar ruangan untuk menutupi tubuh mereka.

Sejarah toga sesudah itu berkembang di romawi waktu toga dijadikan busana orang-orang romawi. Pada kala itu, toga adalah pakaian berupa sehelai mantel wol tebal yang dikenakan sesudah mengenakan cawat atau celemek. Oleh karena itu, toga tergantikan oleh Sagum (mantel wol) yang lebih ringan dalam semua kegiatan militer. Namun dikarenakan sentimen Bangsa Romawi terhadap toga, busana ini tetap menjadi pakaian penting seperti sidang kekaisaran sejak sekitar tahun 44 SM.

Seiring berjalannya waktu, pemakaian toga untuk busana sehari-hari perlahan mulai ditinggalkan. Namun tidak bermakna toga hilang begitu saja. Karena setelahnya bentuk toga dimodifikasi menjadi sejenis jubah. Modifikasi itu mengangkat derajat toga dari pakaian sehari-hari menjadi pakaian resmi seremonial yang mana diantaranya yakni seremonial wisuda.

Bahkan, penggunaan jubah dan penutup kepala sebagai simbol akademik ini mulai diadopsi oleh beberapa universitas di abad pertengahan. Perguruan tinggi pertama yang meresmikan pakaian kelulusan atau toga wisuda yakni University of Oxford dan University of Cambridge. Pada 1321, kedua kampus tersebut sempat membuat larangan pakaian yang berlebihan saat wisuda. Pihak universitas juga mengharuskan setiap orang mengenakan jubah selama wisuda sebagai simbol kesetaraan.

Filosofi Pakaian dan Topi Toga 

Beberapa filosofi pakaian dan topi toga yaitu sebagai berikut:

1. Warna Hitam yang Berarti Kegelapan

Seperti yang sering kita lihat, toga identik dengan warna hitam. Lantas,  Mengapa toga justru memakai warna hitam yang sering diidentikkan dengan perihal yang misterius serta gelap? Alasannya yaitu karena warna hitam melambangkan keagungan. Selain itu, warna hitam mempunyai kesan misterius dan juga gelap yang jelas.

Lebih tepatnya, pemilihan warna hitam gelap pada toga adalah simbolisasi yaitu misteri serta kegelapan telah berhasil dikalahkan sarjana waktu mereka menempuh pendidikan di bangku kuliahan, tak hanya itu sarjana pula diharapkan mampu menyibak kegelapan dengan ilmu pengetahuan yang selama ini didapat olehnya.

Seperti dikatakan di atas, bahwa warna hitam juga melambangkan keagungan. Maka dari itu, bukan hanya sarjana saja yang memakainya, ada hakim serta separuh pemuka agama pula memakai warna hitam pada jubahnya. 

2. Topi Persegi yang Artinya Sudut Pandang

Tak hanya warna pada jubah toga yang memuat filosofi mendalam, karena ternyata ada pula arti filosofi dari bentuk persegi pada topi toga. Lantas, apakah kalian pernah bertanya kenapa topi wisuda harus persegi? 

Nah, rupanya sudut-sudut pada topi ini dimaksudkan agar mahasiswa yang telah memakainya, dituntut untuk berpikir secara rasional. Tidak hanya itu, topi toga juga berarti seorang sarjana harus memandang sesuatu dari beraneka sudut pandang. Jangan sampai setelah lulus dari perguruan tinggi, tapi pikiran dan perbuatannya  masih saja sempit dan labil.

3. Pemindahan Tali Toga dari Kiri ke Kanan

Pada saat puncak acara wisuda, umumnya sarjana dipanggil satu persatu untuk maju ke depan. Kemudian tali pada topi toga akan dipindah oleh Rektor dari kiri ke kanan. Hal ini disebabkan jika tali pada topi Toga diibaratkan sebagai otak. Pemindahan tali saat upacara wisuda dari kiri ke kanan berhubungan dengan pekerjaan yang akan dipilih setelah wisuda. 

Banyak yang beranggapan bahwa awalnya tali topi Toga diletakkan di sebelah kiri karena pada saat kuliah, mahasiswa menggunakan otak kiri yang berhubungan dengan bahasa dan juga hafalan. Saat wisuda, tali dipindah ke kanan dengan harapan sarjana lebih menggunakan otak kanan yang berhubungan dengan daya imajinasi, kreativitas dan juga inovasi.

Selain itu, tali Toga juga diibaratkan sebagai simbol pita pembatas buku. Saat dipindahkan, artinya seorang sarjana harus terus belajar dan menambah wawasan agar ilmunya tidak stagnan. Sedangkan, prosesi pelemparan topi Toga merupakan sebuah ekspresi kebahagiaan, layaknya mencorat-coret baju saat lulus SMA.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa bukan hanya sarjana saja yang menggunakan toga, namun hakim dan sebagian pemuka agama juga mengenakan Toga sebagai atribut mereka. Jadi, penting sekali jika kita mengulik filosofi kenakan toga saat wisuda. 

Nah, jadi itu dia asal usul dan makna filosofi di balik pemakaian Toga yang harus kita tau. Setelah mengetahui maknanya, harapannya bukan rasa bangga saja yang patut disematkan, namun tugas seorang sarjana yang berjuang dengan ilmu pengetahuan juga harus ditanamkan. Satu hal yang harus ditanamkan adalah agar bisa menjadi orang yang berguna setelah lulus kuliah dan menyandang status sebagai sarjana. Jadi, bukan semata soal perayaan wisuda dan pakai toga nya saja.

Write a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *